Ditemukan “Tombol Kematian” Sel Otak
Albertina S.C. | Senin, 07 Mei 2012 - 16:41:34 WIB
Dibaca : 26
(Otak pasien Alzheimer/blog.alz.org)Pengujian lab menunjukkan tikus yang radang otak mampu mematikan saklar sel mati di otaknya.
LONDON – Langkah untuk mengurai benang kusut yang merusak otak seiring
pertambahan usia makin mendekati sumber masalah. Para ilmuwan Inggris
menemukan cara menghentikan sel otak mati pada tikus yang menderita
penyakit otak. Temuan ini memperdalam pemahaman tentang mekanisme
penyakit neurodegeneratif atau penurunan fungsi saraf otak pada manusia,
seperti Alzheimer dan parkinson.
Mengutip Reuters, Minggu (5/5), para ilmuwan mengatakan menemukan sebuah jalan utama yang mengarah pada sel otak mati dalam tikus yang sakit prion. Ini adalah sejenis protein yang diperoleh dari jaringan otak binatang yang terkena penyakit radang otak yang tidak dikenal. Penyakit ini setara dengan Creutzfeld-Jacob Disease (CJD) yang memiliki gejala yang sama yakni terjadi degenerasi otak akibat penumpukan protein dalam jaringan saraf otak.
Dalam penyakit neurodegeneratif, protein yang "kusut" dalam berbagai cara mengarah pada penumpukan protein cacat. Protein-protein cacat inilah yang membentuk plak yang ditemukan pada otak pasien dengan Alzheimer dan badan Lewy yang ada pada penyakit Parkinson.
Para peneliti yang membeberkan temuan mereka dalam jurnal Nature menemukan bagaimana pemblokiran itu dan mampu mencegah sel-sel otak dari kematian sehingga membantu tikus hidup lebih lama.
"Apa yang menarik adalah munculnya mekanisme umum kematian sel otak, di berbagai gangguan neurodegenerative yang berbeda, diaktifkan oleh salah dilipat protein yang berbeda dalam masing-masing penyakit," kata Giovanna Mallucci, yang memimpin penelitian di University of toksikologi Leicester unit.
Protein-protein tersebut membentuk plak yang ditemukan pada otak pasien dengan Alzheimer dan badan Lewy ditemukan pada penyakit Parkinson.
"Fakta bahwa pada tikus dengan penyakit prion kami dapat memanipulasi mekanisme ini dan melindungi sel-sel otak, berarti kita mungkin memiliki jalan ke depan untuk mengobati gangguan lain," kata Giovanna Mallucci yang memimpin penelitian di University of Toksikologi Leicester Unit, Inggris.
Diperkirakan 18 juta orang di seluruh dunia menderita Alzheimer dan parkinson mempengaruhi sekitar satu dari 100 orang yang berusia di atas 60 tahun. Pada penyakit ini, neuron di otak mati, menghancurkan otak dari dalam.
Tapi, kenapa neuron mati tetap merupakan misteri yang belum terpecahkan. Ini masih menjadi hambatan untuk mengembangkan pengobatan yang efektif dan untuk dapat mendiagnosis penyakit pada tahap awal ketika obat-obatan mungkin bekerja lebih baik.
Pemicu
Tim Mallucci menemukan bahwa penumpukan protein yang kusut dalam otak tikus dengan penyakit prion mengaktifkan mekanisme pertahanan alami dalam sel yang akan mematikan produksi protein baru.
Biasanya, protein-protein itu akan digantikan protein yang baru, tetapi dalam tikus yang sakit, menurut peneliti, saklar yang terus menumpuk protein cacat dimatikan. Inilah titik pemicu yang menyebabkan kematian sel otak karena protein kunci penting untuk kelangsungan hidup sel tidak diproduksi.
Dengan menyuntikkan protein yang menghalangi tombol "mati", para ilmuwan mampu mengembalikan produksi protein yang memberi kelangsungan hidup dan menghentikan degenerasi saraf tersebut.
Mereka menemukan pada sel-sel otak yang dilindungi, tingkat proteinnya telah diperbaiki dan transmisi sinaptik-- cara sel-sel otak memberi sinyal satu sama lain—terbentuk kembali. Tikus juga hidup lebih lama, meskipun hanya sebagian kecil dari otak mereka yang telah diobati.
Eric Karran, Direktur Penelitian di Badan Alzheimer Research UK, berpendapat hasil penelitian yang masih tahap awal ini menarik.
"Sementara penyakit neurodegeneratif dapat memiliki pemicu yang berbeda, studi ini menunjukkan bahwa mereka mungkin bertindak melalui mekanisme umum untuk merusak sel-sel saraf. Temuan ini menyajikan konsep menarik bahwa satu pengobatan bisa memiliki manfaat untuk berbagai penyakit yang berbeda," ujar dia.
Roger Morris, profesor neurobiologi molekular King College London yang tidak terlibat dalam studi, mengatakan penemuan itu adalah "sebuah terobosan besar dalam memahami apa yang membunuh neuron pada penyakit neurodegeneratif".
"Ada alasan baik untuk mempercayai respons yang diidentifikasi dengan penyakit prion berlaku juga untuk Alzheimer dan penyakit neurodegeneratif lain," ujar dia.
(Reuters)
Mengutip Reuters, Minggu (5/5), para ilmuwan mengatakan menemukan sebuah jalan utama yang mengarah pada sel otak mati dalam tikus yang sakit prion. Ini adalah sejenis protein yang diperoleh dari jaringan otak binatang yang terkena penyakit radang otak yang tidak dikenal. Penyakit ini setara dengan Creutzfeld-Jacob Disease (CJD) yang memiliki gejala yang sama yakni terjadi degenerasi otak akibat penumpukan protein dalam jaringan saraf otak.
Dalam penyakit neurodegeneratif, protein yang "kusut" dalam berbagai cara mengarah pada penumpukan protein cacat. Protein-protein cacat inilah yang membentuk plak yang ditemukan pada otak pasien dengan Alzheimer dan badan Lewy yang ada pada penyakit Parkinson.
Para peneliti yang membeberkan temuan mereka dalam jurnal Nature menemukan bagaimana pemblokiran itu dan mampu mencegah sel-sel otak dari kematian sehingga membantu tikus hidup lebih lama.
"Apa yang menarik adalah munculnya mekanisme umum kematian sel otak, di berbagai gangguan neurodegenerative yang berbeda, diaktifkan oleh salah dilipat protein yang berbeda dalam masing-masing penyakit," kata Giovanna Mallucci, yang memimpin penelitian di University of toksikologi Leicester unit.
Protein-protein tersebut membentuk plak yang ditemukan pada otak pasien dengan Alzheimer dan badan Lewy ditemukan pada penyakit Parkinson.
"Fakta bahwa pada tikus dengan penyakit prion kami dapat memanipulasi mekanisme ini dan melindungi sel-sel otak, berarti kita mungkin memiliki jalan ke depan untuk mengobati gangguan lain," kata Giovanna Mallucci yang memimpin penelitian di University of Toksikologi Leicester Unit, Inggris.
Diperkirakan 18 juta orang di seluruh dunia menderita Alzheimer dan parkinson mempengaruhi sekitar satu dari 100 orang yang berusia di atas 60 tahun. Pada penyakit ini, neuron di otak mati, menghancurkan otak dari dalam.
Tapi, kenapa neuron mati tetap merupakan misteri yang belum terpecahkan. Ini masih menjadi hambatan untuk mengembangkan pengobatan yang efektif dan untuk dapat mendiagnosis penyakit pada tahap awal ketika obat-obatan mungkin bekerja lebih baik.
Pemicu
Tim Mallucci menemukan bahwa penumpukan protein yang kusut dalam otak tikus dengan penyakit prion mengaktifkan mekanisme pertahanan alami dalam sel yang akan mematikan produksi protein baru.
Biasanya, protein-protein itu akan digantikan protein yang baru, tetapi dalam tikus yang sakit, menurut peneliti, saklar yang terus menumpuk protein cacat dimatikan. Inilah titik pemicu yang menyebabkan kematian sel otak karena protein kunci penting untuk kelangsungan hidup sel tidak diproduksi.
Dengan menyuntikkan protein yang menghalangi tombol "mati", para ilmuwan mampu mengembalikan produksi protein yang memberi kelangsungan hidup dan menghentikan degenerasi saraf tersebut.
Mereka menemukan pada sel-sel otak yang dilindungi, tingkat proteinnya telah diperbaiki dan transmisi sinaptik-- cara sel-sel otak memberi sinyal satu sama lain—terbentuk kembali. Tikus juga hidup lebih lama, meskipun hanya sebagian kecil dari otak mereka yang telah diobati.
Eric Karran, Direktur Penelitian di Badan Alzheimer Research UK, berpendapat hasil penelitian yang masih tahap awal ini menarik.
"Sementara penyakit neurodegeneratif dapat memiliki pemicu yang berbeda, studi ini menunjukkan bahwa mereka mungkin bertindak melalui mekanisme umum untuk merusak sel-sel saraf. Temuan ini menyajikan konsep menarik bahwa satu pengobatan bisa memiliki manfaat untuk berbagai penyakit yang berbeda," ujar dia.
Roger Morris, profesor neurobiologi molekular King College London yang tidak terlibat dalam studi, mengatakan penemuan itu adalah "sebuah terobosan besar dalam memahami apa yang membunuh neuron pada penyakit neurodegeneratif".
"Ada alasan baik untuk mempercayai respons yang diidentifikasi dengan penyakit prion berlaku juga untuk Alzheimer dan penyakit neurodegeneratif lain," ujar dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan Komentar yang positif dan membangun