TANGKAP JHONNY ALLEN!!
Slogan partai bebas dari korupsi sekaligus Anti-korupsi yang selalu digembar-gemborkan Partai Demokrat itu berbunyi “GELENGKAN KEPALA dan katakan TIDAK, Abaikan RAYUANNYA dan katakan TIDAK, Tutup TELINGA dan katakan TIDAK”. Kalimat ini adalah senjata paling ampuh yang dipakai Partai Demokrat.
Kenyataannya slogan tersebut menjadi sebuah ‘BUNGKUS KEPALSUAN’ sekaligus kebohongan yang nyata dengan menjadikan rakyat Indonesia sebagai korban. Betapa tidak, sejumlah besar kasus korupsi di Indonesia ternyata melibatkan kader partai besutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini. Slogan pemberantasan korupsi serta pemerintahan yang bersih hanyalah propaganda murahan dan janji-janji tipuan belaka.
Mari kembali sejenak pada masa kampanye Pemilu 2009 lalu. Kala itu, Partai Demokrat merayu rakyat Indonesia lewat semboyan pemberantasan korupsi yang tanpa pandang bulu. Harus diakui, rayuan yang disebar-luaskan melalui media massa itu memang cukup menarik perhatian. Ini karena SBY, Anas Urbaningrum, Andi Malarangeng, dan Angelina Sondakh turut serta membintangi iklan kampanye itu.
“GELENGKAN KEPALA DAN KATAKAN TIDAK, ABAIKAN RAYUANNYA DAN KATAKAN TIDAK, TUTUP TELINGA DAN KATAKAN TIDAK”
Slogan tersebut adalah senjata yang dipakai Demokrat untuk membuktikan betapa konsistennya partai itu memberantas korupsi. Bahkan pada penghujung iklan itu ditutup dengan kata-kata: ‘Partai Demokrat bersama SBY terus melawan korupsi tanpa pandang bulu’, menjadi kalimat penutup yang terdengar indah di telinga.
Namun, semboyan “KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI” kini menjadi bumerang bagi Partai Demokrat dan SBY sendiri. Apa lacur, sederet kader elit partai berlambang mercy itu justru terseret ke dalam derasnya pusaran korupsi. Sayangnya, meski SBY berkali-kali mengatakan tidak akan pernah pandang bulu memberantas korupsi, sepertinya pernyataan itu tidak berlaku pada kadernya sendiri. Tak heran, kini banyak kalangan menuding Partai Demokrat sebagai SARANGNYA PARA KORUPTOR.
Bungkus kepalsuan yang selama ini dikemas rapi oleh SBY dan Partai Demokrat beserta kroni-kroninya dengan politik pencitraan, kini mulai terkuak dan rakyat dapat melihat dengan mata telanjang, ternyata isi dari bungkus pencitraan tersebut hanyalah pepesan kosong alias kebohongan belaka.
Boleh dibilang, Partai Demokrat telah menjadi bunker yang paling aman untuk tempat berlindung para koruptor dari mulai kelas teri sampai kelas paus. Salah satu contoh, Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Jhonny Allen Marbun yang diduga kuat terlibat berbagai kasus tindak pidana korupsi, sampai detik ini masih aman-aman saja dari jeratan hukum. Jhonny seakan mendapat perlindungan keamanan dari partainya. Betapa tidak, hingga kini KPK belum dapat menyentuh sang kader Demokrat ‘Jhonny Allen’. Padahal beberapa kasus yang melibatkan Jhonny Allen sudah cukup lama, bahkan sudah menjadi bahan pergunjingan masyarakat dan konsumsi media.
Tampaknya tingkat kesabaran masyarakat sudah sampai di ambang batasnya. Pada hari Jum’at (2/3/2012) kemarin puluhan massa pengunjuk rasa mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedatangan mereka ini untuk mendesak KPK agar segera menangkap Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Jhonny Allen Marbun. Mereka menilai Jhonny Allen terlibat dalam dugaan korupsi di berbagai proyek pembangunan dermaga dan Pelabuhan di wilayah Indonesia Timur.
“Susahnya aparat penegak hukum menyentuh pemakan hak orang lain menimbulkan tanda tanya pada kami. Dia yang dulunya hanya mantan pekerja di kebun Binatang Ragunan Jakarta Selatan itu begitu saktinya,” tandas salah seorang orator aksi, bernama Rico, di depan gedung KPK, Jakarta (Jumat, 2/03/2012).
Tidak hanya itu saja, para pengunjuk rasa pun menuntut KPK untuk mengembangkan kasus percaloan anggaran, mark-up tanah makam di TPU Pondok Rangon Jakarta Timur senilai 10 miliar. “Untuk itu kami mendesak KPK agar segera melaksanakan amanah dengan prinsip tegakkanlah yang benar walau pun itu pahit. Kembalikan dia ke kebun binatang Ragunan!!” tuntut Rico dengan suara meledak berapi-api.
Beberapa Kasus yang Melibatkan Jhonny Allen
Jhonny Allen pernah dilaporkan ke KPK oleh seorang pria bernama Sellestinus Angelo (mantan ajudan Jhonny) atas tuduhan praktek mafia anggaran di DPR. Menurut Sellestinus, saat menjadi anggota DPR periode 2004-2009, Jhonny melakukan praktek mafia anggaran bersama anggota DPRD DKI Jakarta asal Fraksi Partai Demokrat, Monica Wilhelmina Wenas.
Jhonny Allen pernah dilaporkan ke KPK oleh seorang pria bernama Sellestinus Angelo (mantan ajudan Jhonny) atas tuduhan praktek mafia anggaran di DPR. Menurut Sellestinus, saat menjadi anggota DPR periode 2004-2009, Jhonny melakukan praktek mafia anggaran bersama anggota DPRD DKI Jakarta asal Fraksi Partai Demokrat, Monica Wilhelmina Wenas.
Sellestinus mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melaporkan dan sekaligus menyerahkan data-data valid tentang dugaan korupsi tanah kuburan sebesar Rp 10 Miliar yang dilakukan oleh Jhonny Allen Marbun. “Tadi saya sudah sampaikan data-data tersbut kepada KPK,” ungkap Sellestinus ketika dicegat oleh wartawan saat keluar dari Kantor KPK, Jakarta, pada hari Kamis (5/1/2012) yang lalu.
Perkara yang dilaporkannya ini bermula dari dugaan manipulasi rekayasa (mark-up) harga tanah kuburan di daerah Pondok Rangon Jakarta Timur yang dilakukan Jhonny Allen. Dalam hal ini, Jhonny diduga berkolusi dengan Endang Syuhada selaku Ketua Pimpinan Proyek Pembebasan Tanah Pondok Rangon dari Dinas Pemakaman Pemprov DKI.
Tanah yang dibeli Jhonny Allen itu seluas 3,5 Hektar, dengan total biaya Rp 13 miliar. Tapi dana yang disepakati oleh Dinas Pemakaman sebesar kurang lebih Rp 23 Miliar. Jadi terdapat selisih penambahan nilai (mark-up) sebesar Rp 10 miliar. Jhonny Allen diduga menyuap Endang Syuhada Sebesar Rp 550 Juta. Hal ini diperkuat dengan bukti-bukti berupa beberapa lembar kwitansi pembayaran.
Dari data-data yang diperlihatkan kepada wartawan, terlihat bahwa uang suap Rp 550 juta dari Jhonny Allen kepada Endang Syuhada itu dilakukan dengan cara dicicil dalam beberapa tahap. Pertama Rp 50 juta. Lalu Rp 100 juta, kemudian Rp 150 juta, dan seterusnya sampai lunas. Sellestinus sengaja membongkar dugaan korupsi ini kepada media dengan harapan agar media juga ikut mengawal kasus ini yang sudah dilaporkannya ke KPK.
Bukan hanya itu saja, sebelumnya Jhonny Allen juga dilaporkan oleh mantan ajudannya yang bernama Risco Pesiwarissa. Laporan Risco itu terkait kasus suap dana stimulus fiskal 2009 untuk pembangunan infrastruktur (dermaga dan pelabuhan udara) di Indonesia bagian Timur yang nilai proyeknya digelembungkan (mark-up) dari Rp. 10,2 triliun menjadi Rp 12,2 triliun di Kementerian Perhubungan.
Aliran uang yang diterima Jhonny Allen tersebut diberikan oleh mantan Anggota DPR Fraksi PAN, Abdul Hadi Djamal, yang sudah dijebloskan ke dalam penjara oleh KPK karena terbukti melakukan korupsi. Pada Ferbuari 2009, Abdul Hadi Djamal mengaku mendapat “commitment fee” sebesar Rp 1 miliar untuk diteruskan kepada Jhonny Allen yang kala itu menjabat sebagai Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR melalui ajudannya yang bernama Risco Pesiwarissa. Uang itu adalah sebagian dari komitmen total penyerahan uang sebesar Rp. 3 miliar. Risco mengaku bahwa dirinya yang memberikan uang Rp 1 miliar dari Abdul Hadi Djamal kepada Johnny Allen di Aston Residence, Jakarta pada 27 Februari 2009. Namun Johny berbohong, ia mengaku tak mengenal atau memiliki ajudan bernama Risco.
Jhonny Allen Marbun juga dituduh menerima sejumlah dana dari mantan bendahara umum Partai Demokrat M.Nazaruddin. Jhonny disebut-sebut menerima dana dari kasus proyek stimulus fiskal 2009 di Kementerian Perhubungan. Dari manipulasi dalam proyek tersebut Jhonny dikabarkan memperoleh kucuran dana hampir Rp400 juta.
Dalam laporan keuangan grup Permai milik M. Nazaruddin tercatat setoran ke sejumlah politikus, termasuk ke Jhonny Allen Marbun. Pada tahun 2008, PT Anugerah, yang juga perusahaan milik M.Nazaruddin, antara lain menggarap pengadaan 18 pesawat latih dan dua simulator sayap pesawat untuk Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia di Curug, Tangerang. Nilai proyek tersebut mencapai Rp 114,59 miliar dari empat proyek di Kementerian Perhubungan yang nilai totalnya mencapai Rp298,1 miliar. Saat itu Jhonny menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Anggaran DPR.
Tidak sampai disitu, terkait kasus dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Mindo Rosalina Manulang (Rosa), mantan anak buah M.Nazaruddin yang kini sudah divonis hukuman penjara, juga menuding Jhonny Allen Marbun terlibat dalam kasus Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Kemenakertrans. Rosa dalam kesaksiannya, Kamis (29/9/2011), menyebut dugaan keterlibatan dua orang anggota DPR, yaitu Emir Moeis dan Jhonny Alen Marbun dalam kasus korupsi PLTS. Tudingan Rosa itu bagi Jhonny Allen bagaikan sengatan listrik di siang bolong.
Dari sejumlah kasus yang melibatkan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Jhonny Allen, tentu merupakan tamparan keras di wajah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang selalu sesumbar menyatakan akan berjihad menghunuskan pedang untuk melawan korupsi.
Slogan PD: “KATAKAN TIDAK PADA KORUPSI!!.. GELENGKAN KEPALA DAN KATAKAN TIDAK, ABAIKAN RAYUANNYA DAN KATAKAN TIDAK, TUTUP TELINGA DAN KATAKAN TIDAK”
Kini hal yang menjadi pertanyaan publik, akankah Jhonny Allen lolos dari jeratan hukum? Akankah KPK yang ibarat kucing seharusnya ditakuti oleh tikus, namun justru malah ketakutan oleh tikus yang diburunya sendiri?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan Komentar yang positif dan membangun